Sragen - Kasus
dugaan pungutan liar (pungli) pada
program Pendataan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) , di Desa Sambirembe,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menjadi sorotan. Salah
satunya Warsito selaku aktivis Jateng. Menurutnya jika memang tidak sesuai
dengan aturan maka harus ditindak tegas.
Warsito mengatakan BPN
selaku pemegang kebijakan pelaksanaan teknis dalam program PTSL memiliki
tanggungjawab, agar proses pelaksanaan program tersebut dapat berjalan sesuai
aturan” kata Warsito minggu (17/5/2020)
Lebih lanjut
Warsito mengatakan program PTSL sangat
sensitif apalagi menyangkut persoalan biaya administrasi pembuatan sertifikat.
Sesuai Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor:
590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017 tentang pembiayaan persiapan PTSL,
keputusan ketujuh nomor 5 yang bertuliskan Kategori V (Jawa dan Bali) sebesar
Rp.150.000,-. Artinya, jika lebih dari itu maka sudah bisa dikatakan sebagai
pungutan liar alias pungli, “Jika sudah begini, indikasi pelanggaran hukumnya
terlihat,” jelas Warsito.
Disisi lain salah
satu sumber (SG) menjelaskan modusnya sama. Alasan untuk biaya
administrasi dan lainnya. Padahal dalam
pogram PTSL itu semua pengurusan di kantor pertanahan gratis. Hanya ada biaya
pembelian patok dan lainnya yang nilainya tidak begitu besar.
“ Modus penarikan
uangnya, juga mirip-mirip saja. Dimana Kades Sambirembe membentuk panitia PTSL.
65% dari perangkat dan 35% di luar perangkat desa.” Kata SG
Dia menjelaskan , setelah
panitia terbentuk, ia melakukan sosialisasi kepada para penerima program PTSL.
Terkait biaya yang harus dibayar, yaitu sebesar Rp 700 ribu/bidang tanah
disertai kwitansi, namun pada tanggal 19 maret 2020 dikembalikan Rp,100 ribu.
Jumlah 248 peserta
dan 16 tanah kas desa total 264. Adapun dugaan pungli 600 ribu - 150 ribu (SKB
3 menteri) = 450x248=111.600.000.
Menyikapi berbagai
dugaan pungli tersebut sumber dilapangan berharap agar siapa pun yang terlibat
untuk di tindak secara tegas agar memberi efek jera.
Boleh saja
beralasan bahwa penarikan dana tersebut karena kesepakatan. Tapi tanya dulu,
yang sepakat itu siapa? Warganya, atau sesama mereka saja yang sepakat.
“Jika sepakat hanya
team pelaksana program, artinya ini persengkongkolan. Sepakat bersekongkol
untuk menarik dana dari warga. Dan siapa pun yang diuntungkan dalam
persengkongkolan ini harus bertanggungjawab di rana hakum,” cetus sumber.
Sementara Rusmanto
camat Kalijambe saat di konfirmasi melalui WhatApp menjelaskan pengumpulan biaya PTSL 700 ribu itu
dilakukan sewaktu Bu Kades Endang belum
menjabat, jadi bu Kades tidak mengetahui
dan belum ada perbub.
Setelah bu Endang
dilantik dan ada perbub PTSL, biaya dikembalikan lagi kewarga sebesar 100 rb
perbidang, pengembalian dilakukan di balai desa dengan mengundang warga
pemohon.
Demikian mas, yang
benar.