![]() |
Siti Mar'fuah,S.H.,Panitera Muda Hukum PA Magetan |
Pewarta, Magetan - Pengadilan Agama Kabupaten Magetan mencatat terjadi penurunan perceraian dalam kurun
waktu beberapa tahun terakhir.
Menurut keterangan Kepala Pengadilan Agama Magetan melalui Panitera Muda Hukum Siti Mar’fuah, S.H,
perkara perceraian yang ditangani PA Magetan pada tahun 2019 sebanyak 1.606. Angka tersebut turun jika dibandingkan tahun 2018, dimana
data tahun 2018, PA Magetan menangani 1.616 perkara perceraian.
“Di
tahun 2019 ini cenderung mengalami
penurunan, sebagaimana
data yang kita sudah laporkan, untuk tahun 2018 itu adalah 1.616, kemudian perkara yang kita terima di
tahun 2019 itu adalah 1.606,
sehingga penurunan walaupun
sedikit ,”kata
Siti Mar’fuah kepada
Pewartamadiun.net di ruang kantornya. Rabu (30/1/2020).
Lebih lanjut, Siti Mar’fuah mengatakan kebanyakan kasus yang ditangani
jajarannya masih kisaran usia produktif, dimana kebanyakan kasus atau perkara
perceraian pada tahun 2019 didominasi dengan faktor ekonomi, pertengkaran,dan perselingkuhan
“Usia para pihak yang melakukan perceraian adalah
usia produktif sekitar 20-40 tahun. Untuk perkara perceraian ini pada
umumnya didominasi pertengkaran, masalah ekonomi, dan perselingkuhan, jelasnya
Dari sisi pendidikan, Siti Mar’fuah mengatakan perkara perceraian yang masuk ke PA
Magetan dari segi pendidikan itu lebih
banyak didominasi oleh masyarakat yang tingkat pendidikannya menengah.
“Ada juga sebagian yang SLTP, sarjana tapi tidak terlalu banyak, dan lebih
banyak lagi adalah yang menengah , hanya setara dengan SLTA usia pendidikannya, sementara kalau
dari faktor penyebabnya itu didominasi oleh karena faktor ekonomi rumah tangga
yang tidak tercukupi atau kurang,
perselingkuhan dan pertengkaran ”ungkap Siti Mar’fuah
Motivasi
bercerai, salah satunya KDRT
Siti Mar’fuah menjelaskan, beberapa motivasi masyarakat
mengurus perceraian di Magetan
didasarkan atas beberapa motivasi.
“Diantaranya motivasi yang pertama adalah benar-benar
orang yang bercerai itu ingin keluar dari masalah rumah tangga yang tidak
mungkin ia jalani lagi, karena banyak kejadian KDRT, penelantaran, perselingkuhan, perselisihan yang
sangat hebat, dan sudah tidak ada harapan lagi untuk dipersatukan lagi. Kemudian
dia melakukan perceraian,”paparnya.
Kedua, kata Siti Marfuah , karena yang bersangkutan sudah siap
menikah lagi. Artinya, kata dia, ada beberapa kasus, yang bersangkutan
sebenarnya sudah ditinggalkan oleh pasangannya.
“Sudah tidak ada komunikasi lagi, sudah putus
informasinya, dan sebagainya, itu sudah bertahun-tahun dan menjalaninya
enjoy-enjoy saja. Namun setelah ada calon baru, yang akan menggantikan, baik
itu calon suami atau mungkin kalau yang
laki-laki ya calon istri, barulah dia kemudian berusaha untuk mengurus administrasi
perceraian di PA Magetan, dalam rangka untuk menikah lagi,”jelas
Siti Mar’fuah
Kemudian ada motivasi yang ketiga, imbuhnya, ini
adalah juga banyak kasus-kasus
perceraian di PA Magetan
yang dilakukan oleh masyarakat hanya sekedar ingin keluar dari status quo.
“Artinya ada beberapa masyarakat yang sebenarnya itu
dibilang bujang dia sudah bersuami atau sudah beristri, dibilang berkeluarga
namun juga pasangannya tidak jelas, kemudian dibilang juga janda atau duda dia
belum bisa menikah lagi karena masih terikat perkawinan dengan
pasangannya,”paparnya.
Atas alasan itu, imbuh Siti Mar’fuah, masyarakat melakukan
perceraian itu hanya semata-mata hanya karena ingin bersih saja, supaya dia
bisa fokus merawat anaknya dan lain sebagainya, namun belum punya keinginan
untuk menikah lagi.
“Itu diantara motivasi orang bercerai di PA Magetan yang selama ini dari pengalaman
kami menangani kasus di persidangan kurang lebih tiga motivasi
tersebut,”pungkasnya. (sat)