Pewarta,
Magetan - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan melalui
Dinas Kesehatan (Dinkes) menggelar orientasi penatalaksana kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak yang digelar mulai 02 – 04 Desember 2019 di Gedung Korpri, Senin (02/12/2019).
Kegiatan ini diikuti oleh 45 orang peserta yang
berasal dari seluruh puskesmas
se-Kabupaten Magetan, terdiri dari dokter puskesmas dan puskesmas
(bidan/perawat). Selama kegiatan mereka mendapatkan materi penatalaksanaan
kekerasan terhadap anak, penatalaksanaan kekerasan terhadap perempuan serta
peran lintas sektor terhadap kekerasan terhadap anak dan perempuan dengan nara
sumber Susri Rahayu, SKM., MPH dari Dinas Kesehatan Jawa Timur
Plt. Dinkes Kabupaten Magetan Dra. Furiana
Kartini melalui Kabid Sumber Daya
Kesehatan (SDK) Drs.Heru Widiatmoko, Apt
mengatakan kegiatan ini bertujuan agar tersedia tenaga kesehatan yang mampu
tatalaksana kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/KtA) di Kabupaten
Magetan.
“Setelah mengikuti orientasi, peserta tenaga
kesehatan paham aspek hukum dan etika KtP/KtA termasuk TPPO, melakukan deteksi
dini terhadap korban KtP/KtA termasuk TPPO, melakukan tatalaksana korban
KtP/KtA termasuk TPPO sesuai dengan kompetensi dan kewenangan, melakukan
jejaring dan mekanisme rujukan pelayanan KtP/KtA termasuk TPPO serta melakukan
pencatatan dan pelaporan pelayanan KtP/KtA termasuk TPPO,” katanya.
Lebih lanjut Heru menerangkan kekerasan terhadap
perempuan dan anak merupakan masalah global terkait hak asasi manusia dan
ketimpangan gender yang berdampak serius terhadap kesehatan perempuan dan anak.
“Upaya pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi
termasuk terbebas dari kekerasan merupakan komitmen global yang telah
disepakati dalam Konferensi Internasional Tentang Kependudukan dan Pembangunan
(ICPD) di Cairo pada tahun 1994, yang kemudian diikuti dengan Konferensi
Tentang Perempuan IV di Beijing pada tahun 1995 yang dihadiri oleh sekitar 180
negara termasuk Indonesia,” terangnya.
Menurut Heru sebagai tindak lanjut komitmen global
tersebut, Kementerian Kesehatan (Ditjen Bina Gizi dan KIA, sebelumnya Ditjen
Binkesmas) mulai mengembangkan Program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
terhadap Perempuan (PP-KtP) dan Program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
terhadap anak (PP-KtA) sejak tahun 2000. Hingga tahun 2007, seluruh provinsi di
Indonesia telah mendapat sosialisasi tentang PP-KtP dan PP-KtA, namun baru
sebagian saja yang telah mengimplementasikan program ini di puskesmas.
“Pada tahun 2009, Direktorat Bina Kesehatan Ibu dan
Direktorat Bina Kesehatan Anak bekerjasama untuk menyusun Pedoman Puskesmas
Mampu Tatalaksana KtP/A dan kemudian menyepakati untuk mengintegrasikan modul
pelatihan PP-KtP dan PP-KtA menjadi pelatihan PP-KtPA pada tahun 2013. Hal ini
sejalan dengan perubahan struktur organisasi di Kementerian Kesehatan
berdasarkan Permenkes Nomor 64 Tahun 2015, dimana Direktorat Bina Kesehatan Ibu
dan Direktorat Bina Kesehatan Anak bergabung menjadi Direktorat Kesehatan
Keluarga,” jelasnya.
Heru menjelaskan dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang komprehensif bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak
serta peran tenaga kesehatan sangatlah besar. Yaitu, mulai dari
mengidentifikasi kasus kekerasan, memberikan pelayanan medis terhadap korban,
melakukan rujukan baik medis, hukum maupun social serta melakukan upaya
pencegahannya.
“Melihat pentingnya peran tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan upaya perlindungan dan pemenuhan pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi perempuan dan anak, maka Kementerian Kesehatan telah
mengembangkan puskesmas mampu tatalaksana kasus KtPA dan Pusat Pelayanan
Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT) di rumah sakit sebagai rujukannya,”
pungkasnya.(sat)