Oleh : Ust. Ahmad Zahni (Pengasuh Majlis
Ta’lim Riyadlul Jannah, Ketua MUI Maospati, Penasehat PPWI, Pembina PWM)
Diharapkan tulisan ini akan membawa manfaat
pada para pelaku peradaban di era mutakhir ini, minimal mampu mewarnai mindset pada kesadaran bahwa sejak
dahulu sebenarnya agama sudah wanti-wanti
agar tidak sembarangan dalam menggunakan lisan. Saya awali dengan sebuah kaidah
bahwa :
Malaikat tidak pernah salah, Syetan tidak
pernah benar, Manusia kadang salah kadang benar. Oleh karena itu, Agama
menganjurkan agar kita saling mengingatkan bukan saling menyalahkan.
Rosululloh di banyak kesempatan telah
menyampaikan Salamatul insan fi hifdhil
lisan (keselamatan insan itu berada dalam menjaga lisannya). Atau yang
sering kita pelajari yaitu Qul khoiron au
liyasmut (berkatalah yang baik-baik atau diamlah). Bahkan Baginda Nabi
pernah menyampaikan, Alloh sangat membenci orang yang Qiila wa qoola (bicara yang asal bicara, membicarakan yang belum
jelas kebenarannya, berkata-kata yang sis-sia tanpa makna).
Di zaman modern ini rasanya sudah sangat jauh
dari wanti-wanti tersebut, lihatlah betapa enteng-nya
orang mengatakan segala sesuatu tanpa didasari kebenaran, betapa manusia sudah
tidak berfikir dahulu sebelum mengatakan sesuatu, kita terlanjur berbaur dalam
kubangan latah, manut grubyuk, bangga
ikut mem-viral-kan hal-hal yang sia-sia, atau bahkan sering kita tidak
mengetahui bentuk kepastian padahal sudah kadung
turut mempropagandakan. Nyinyir di media sosial dan bersemangat mengumbar
kata-kata supaya dicap paling alim, paling intelek, paling kontemporer. Tetapi,
hal yang paling mendasar dari pokok permasalahannya yaitu kebenaran / kepastian
belum terpegang tangan. Ingatlah, setiap yang kita ucapkan meski hanya berupa
sebuah komen di media sosial itu ada pertanggungjawaban yang mengikat dan
mengikuti. Semua ada konsekwensinya. Alam yang sudah rancu dengan hiruk pikuk
duniawi ini semakin kacau balau oleh fatwa-fatwa tanpa dasar yang latah dan
salah kaprah. Belum lagi yang menyangkut kebohongan (apalagi kebohongan publik)
sudah menjadi sego-jangan dan
merupakan santapan tiap hari. Sudah terlalu fatal tingkat kekacauan ini,
sehingga walaupun diterbitkan Undang-undang sehebat apapun dengan jeratan hukum
seberat apapun, jika tidak segera diimbangi oleh i’tiqod manusianya maka akan tetap sia-sia. Zaman akan semakin
salah kaprah dan ketenteraman kedamaian di muka bumi kian jauh dari harapan.
Tulisan ini hanya ingin mengajak untuk kembali pada wanti-wanti yang pernah Baginda Nabi sampaikan, dengan tetap pada
koridor saling mengingatkan bukan saling menyalahkan. Peradaban ini adalah
rumah kita bersama yang siapapun pasti menginginkan kedamaian hidup didalamnya.
Semoga kita termasuk insan-insan yang pandai mawas diri, muhasabah /
introspeksi, nggrayahi githoke dewe
sebelum berkoar-koar menunjuk kesalahan orang lain.